Kamis, 24 Oktober 2013

The Ugly Truth

(www.impawards.com)




Cinta, merupakan sebuah topik yang tidak akan pernah habis untuk di bahas karena akan selalu menimbulkan pertanyaan-pertanyaan baru didalamnya karena memang ada banyak hal turunan yang terdapat didalam cinta, dan tidak sedikit yang menjadi bodoh karenanya. Padahal manusia juga sudah mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara mana hal yang benar
dan salah, juga mana hal baik dan buruk. Namun terkadang penilaian ini hanya bisa dilakukan oleh orang lain yang

melihat kita. Orang lain yang mampu memberikan penilaian secara objektif dan tuntas serta pihak lain yang melakukan penilaian. Dan hal ini adalah pengetahuan yang disebut dengan filsafat.
Filsafat ini juga berhubungan dengan kehidupan sehari-hari kita walau terkadang banyak yang tidak menyadari hal itu, salah satunya adalah cinta. Kata filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani, philosophia: philein artinya cinta, atau mencintai, philos: pecinta, dan sophia kebijaksanaan atau hikmat. Jadi filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan. Sedangkan cinta artinya hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Dalam percintaan, pasti ada hubungan yang lambat laun akan terjalin, apapun bentuknya, apapun keadaannya, dan apapun dasarnya. Dan dalam hal ini, ada sedikit pemahaman yang muncul di masyarakat khususnya dikalangan para remaja dewasa ini yang mengatakan bahwa hal mendasar yang menjadi pondasi utama dalam menjalin suatu hubungan antara pria dan wanita adalah : berbeda. Namun, bukan berarti tak bisa disatukan, tentu saja dalam perbedaan yang positif karena sesungguhnya, justru perbedaan itu lah yang membuat mereka saling melengkapi. Sejak kecil, kita sudah diajarkan untuk mengenal cinta, walapun penerapannya berbeda setelah kita menginjak dewasa. Itulah sebabnya, mengapa pengertian cinta antara pria dan wanita, pada akhirnya juga berubah dan berbeda. Nah, seperti apakah perbedaan cinta itu di mata pria dan wanita?
Salah satu tanda cinta bagi wanita adalah perhatian. Kita senang memberi sekaligus menerima perhatian. Sekecil apa pun perhatian yang diberikan pasangan, kita akan merasa istimewa dan dicintai. Sementara untuk para pria, perhatian adalah kepercayaan. Pria menganggap jika pasangan yang dicintainya memberikan kepercayaan penuh padanya, itu berarti sang kekasih meyakini bahwa ia telah melakukan yang terbaik bagi mereka berdua. Para pria tak suka dibanjiri SMS seperti yang dilakukan wanita, contoh: “kamu dimana?lagi apa?sama siapa?”. Untuk sebagian pria hal ini menunjukkan kita tidak mempercayainya.

Wanita akan merasa dihormati bila pria menanggapi dengan mengakui dan mengutamakan hak-hak, mempertimbangkan pikiran-pikiran dan perasaan wanita, maka wanita akan merasa senang dan dihormati. Sedangkan bagi pria, penghargaan atau dihargai merupakan reaksi alami terhadap perasaan didukung. Jika usahanya dihargai, pria akan tahu bahwa usahanya tidak sia-sia. Ketika sedang jatuh cinta kita selalu ingin pasangan berada di sisi kita. Ini menandakan kita memang sangat menginginkan dan mengagungkan kesetiaan. Dan kaum pria akan merasa bila si pasangan mengagumi dan menghormati hak-haknya, maka dengan ikhlas ia akan membaktikan diri (setia). Dan pada hal-hal tertentu wanita mengaharapkan ketegasan dari sang pria, sedangkan pria pun mengharapkan persetujuan dari sang wanita, tentunya juga dalam hal-hal tertentu.
Namun disisi lain, ada perbedaan yang mungkin sudah menjadi suatu prinsip bagi beberapa orang. Perbedaan yang tidak dapat disatukan karena memang bertolak belakang. Dalam hal ini adalah motivasi bagi para pria yang menjalin hubungan adalah untuk mendapatkan kepuasan lahiriah semata, sedangkan wanita memiliki motivasi utama materi.
Benarkah?

Cinta dan nafsu pada hakikatnya bukanlah suatu hal yang sama, walaupun dalam kenyataannya memiliki pembatas tipis didalamnya. Cinta termasuk dalam wilayah rasa, yang kadang naik dan turun tanpa dapat kita kendalikan, sedangkan nafsu (dalam hal ini adalah sex) adalah sesuatu yang nyata dan bisa dipelajari dengan logika. Dan logikanya, jika memang benar motivasi pria dalam cinta adalah nafsu, maka semakin menarik si wanita maka akan semakin besar juga cinta si pria kepadanya, dan hanya akan bertahan sampai ke-menarik-an itu ada. Dan hal ini jelas merugikan pihak wanita. Namun, jika benar wanita pun melandaskan cintanya akan materi, tentunya akan terjadi hal sebaliknya.

Sekali lagi, cinta bukanlah nafsu birahi yang dibungkus dengan rasa kasih sayang palsu. Cinta sudah memiliki ranahnya sendiri sebagaimana nafsu yang juga memiliki batasannya. Jadi, masih adakah cinta sejati di antara pria dan wanita yang menuntut pengabdian tanpa syarat untuk bisa mendapatkannya??
Hal yang hampir mustahil terjadi di masa ini, mungkin.

Harapan # Impian

Sebelum kita masuk pada topik utamanya, mari kita simak cuplikan cerita berikut....

Suatu hari, ada seorang pemuda yang bertemu dengan seorang tua yang bijaksana. Lalu, si anak muda pun lantas bertanya, “Pak, sebagai seorang yang sudah kenyang dengan pengalaman hidup tentunya anda bisa menjawab semua pertanyaan saya, bukan??”. “Apa yang ingin kau ketahui anak muda??” tanya si orang tua. “Saya ingin tahu, apa sebenarnya yang dinamakan impian sejati di dunia ini”. Jawab si anak muda.
Orang tua itu tidak lantas menjawab pertanyaan si anak muda tadi, tapi beliau malah mengajaknya berjalan-jalan di tepi pantai. Dan sesampainya disana, si bapak tua mengajaknya berlayar menuju tengah laut menggunakan perahu kecil. Setelah sampai agak ke tengah dan lumayan dalam, bapak tua itu dengan tiba-tiba mendorong si anak muda tadi dari perahu sehingga ia pun terjatuh.

Anak muda itu meronta-ronta meminta pertolongan karena ia tidak bisa berenang, dan takut mati tenggelam, tapi bapak tua itu tidak menghiraukannya. Hingga beberapa saat kemudian, anak muda itu dengan sekuat tenaga mendorong tubuhnya keatas, dan akhirnya mampu berpegangan pada sisi perahu dan segera naik ke atas perahu dengan terengah-engah.

“Hai, apa yang barusan bapak lakukan, bapak bisa membunuh saya” tegur si anak muda kepada bapak tua tersebut. Bapak tua itu tidak menjawab dan malah balik bertanya,
”Apa yang paling kau inginkan saat kamu berada di dalam air tadi??”.
“Udara, yang paling saya inginkan adalah udara”. Jawab si anak muda.
“Hmmm, bagaimana kalo saya tawarkan hal yang lain sebagai pengganti udara, misalnya emas, permata, kekayaaan, atau umur panjang??”tanya si orang tua itu lagi.
“Tidak..tidak..tidak ada yang bisa menggantikan udara walaupun seisi dunia ini diberikan kepada saya, tidak ada yang bisa menggantikan udara ketika saya berada di dalam air” jelas si anak muda.
“Nah, kamu sudah menjawab pertanyaanmu sendiri kalau begitu. Kalau kamu menginginkan sesuatu sebesar keinginanmu seperti kamu menginginkan udara ketika kamu berada di dalam air tadi, itulah impian sejati” jelas si bapak tua itu dengan bijak.


dikutip dari “cerita motivasi, resensi.net” dengan perubahan.



Banyak orang didunia ini yang menganggap bahwa harapan dan impian adalah hal yang sama. Namun, tahukah kalian bahwa harapan dan impian adalah suatu hal yang sebenarnya memiliki perbedaan. Harapan adalah sebuah keinginan dalam hati kita kepada masa yang akan datang, yang terjadi dengan sendirinya, dan mungkin juga sifatnya adalah untung-untungan, kasarnya, kalau berhasil kita dapatkan kita akan mengucap syukur kepada Tuhan, tapi jika belum bisa kita raih, kita juga tidak akan terlalu mempermasalahkan hal tersebut.

Lain halnya dengan impian, impian adalah keinginan dari dalam hati kita, yang mau tidak mau, apapun yang terjadi, kita akan berusaha sekuat tenaga untuk memperjuangkannya demi tercapainya impian kita tersebut. Kita akan merasa bahwa tak ada hal lain yang lebih kita inginkan daripada impian kita itu. Dan jika kita belum berhasil meraih impian itu, perasaan kecewa yang meliputi hati kita akan sangat-sangat kita rasakan. Namun, dimasa sekarang ini banyak orang yang tidak lagi peduli tentang apa impian sejati mereka sesungguhnya. Mereka terlalu picik dengan mengatkan bahwa semua sudah diatur nasib, yang sesungguhnya kita sendirilah yang mampu merubah nasib kita.

“The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams”

Eleanor Roosevelt.

Sekarang, apakah kalian sudah mengetahui apa impian sejati yang sesungguhnya ingin kalian raih dalam kehidupan??

Wanita dan Sisi Maskulinnya

Sikap feminin yang melekat pada diri hampir semua kaum hawa di dunia ini adalah ciri dari khasnya seorang wanita. meskipun, ada beberapa yang menjadikan sisi maskulinnya sebagai pendominasi di dalam dirinya. latar belakang setiap umat manusia yang berbeda-beda di dunia inilah yang membuat gender juga tidak hanya sebatas ada diantara feminin dan maskulin saja.


Saya menilai bahwa diri saya adalah seorang pribadi wanita dengan sifat feminin yang lebih mendominasi, dengan gaya hidup yang memang selalu berkutat dengan pekerjaan wanita rumahan.
namun, hidup dalam dunia yang keras juga secara langsung mendidik saya menjadi seorang wanita feminin, dengan memiliki sisi-sisi maskulin. berada pada tingkatan anak pertama dari empat bersaudara, yang kesemuanya adalah laki-laki membuat saya menjadi seorang kakak perempuan yang harus mampu melindungi setiap adik lelakinya dengan sikap berani, dan tetap mengayomi mereka dengan kasih sayang dan perhatian seorang perempuan.

Mengapa saya berpikir bahwa setiap wanita yang feminin pasti memerlukan sisi maskulin seorang pria dalam kehidupannya? ini dikarenakan adanya sebuah pandangan bahwa wanita sudah memiliki ranah "privat" nya yang tidak boleh dilanggar apalagi dihilangkan, sehingga apabila ia melanggarnya maka segala konsekuensi ringan hingga berat akan dipikulnya. sebagai contoh, seorang wanita yang bekerja untuk menghidupi keluarganya, sehingga memaksa dirinya untuk pulang larut malam, melebihi dari batas yang telah "disetujui' bersama, kemudian menemui sebuah ancaman berupa seorang pencopet yang ingin merampas segala benda berharga miliknya. apakah wanita tersebut boleh memberikan perlawanan sebagai suatu bentuk perlindungan atas dirinya sendiri yang tengah terancam? ataukah, wanita itu hanya harus pasrah kehilangan semua miliknya sebagai sebuah resiko yang dianggap wajar, karena ia telah melanggar ketentuan dengan telah keluar dari ranah privatnya ?tentu saja pilihan pertama yang saya ambil sebagai jawabannya.

Dengan memberikan perlawanan, terlepas dari wanita tersebut memiliki ilmu beladiri atau tidak, hal tersebut telah mengindikasikan bahwa ia juga memiliki jiwa yang maskulin. Sisi yang akan muncul secara tidak terduga dari seorang wanita yang merasa dirinya terancam.

Femininnya Dunia Masa Ini

Dalam kehidupan keseharian, istilah feminisme sering kali menimbulkan prasangka, dan kecenderungan mengarah kepada suatu hal yang bersifat sensitif di masyarakat umum. Namun, pada dasarnya hal tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya pemahaman mereka mengenai arti feminisme yang sesungguhnya. Feminisme bukanlah suatu istilah yang sengaja dibuat untuk "melemahkan" kaum laki-laki, tapi justru untuk mencoba menjembatani persepsi yang sering kali salah antara keduanya. Pandangan bahwa pemikiran feminis berasal dari barat adalah salah, akan tetapi apabila yang dimaksud dengan istilah feminis dan konseptualisasinya datang dari Barat, mungkin bisa dibenarkan. Sejarah feminisme sendiri telah dimulai pada abad ke-18 di Indonesia, dengan R.A. Kartini sebagai pelopor munculnya gerakan yang memperjuangkan kesetaraan antara wanita dan pria, yakni melalui tuntutan untuk memperoleh hak yang sama atas pendidikan bagi anak-anak perempuan. Ini sejalan dengan masa pencerahan (enlightenment) yang tengah bergejolak di Barat oleh Lady Mary Wortley Montagu, dan Marquis den Condorcet yang berjuang untuk pendidikan perempuan.

  Sebenarnya, setiap orang yang telah menyadari adanya suatu ketidak adilan atau diskriminasi yang dialami oleh perempuan karena jenis kelaminnya, sehingga membuat ia merasa tergerak, atau mau melakukan sesuatu untuk mengakhiri tindakan ketidak adilan/diskriminasi tersebut, mungkin dirinya secara tidak langsung sudah dapat dikatakan sebagai seorang feminis, mengapa? karena secara sadar atau tidak ia telah memperjuangkan hak-hak kaum perempuan yang tertindas, atau memang tidak diakui oleh masyarakat dengan mayoritas laki-laki sebagai "lawannya".

Mengapa saya berpendapat bahwa dunia pada masa sekarang ini sudah cenderung mengarah pada sifatnya yang feminin? bagi saya, hal tersebut dikarenakan masyarakat dunia sedikit banyak juga telah menyadari akan arti pentingnya sebuah perdamaian (feminin), ketimbang meyakini bahwa sebuah peperangan (maskulin) adalah hal yang juga sangat berpengaruh pada masa dahulu. Bahwa betapa kekerasan tidak lagi akan menjadi "juara" nya. negara-negara di dunia kini tidak lagi menggunakan hard power sebagai alat untuk menunjukan dominasi dan eksistensinya di kancah internasional, tapi justru berlomba-lomba menggunakan cara baru yang lebih "pintar" dalam usaha mereka untuk mengambil dan mencapai tujuan kepentingan nasionalnya di negara lain.seperti halnya Amerika dan Jepang, yang pada masa lampau sangat mengagungkan kekuatan militer mereka, sehingga mereka dapat menguasai hampir setiap negara jajahannya dengan kemenangan. Penyerangan dilakukan secara bertubi-tubi demi menunjukan kejayaan mereka, dan lain sebagainya. Namun kini, mereka justru berbalik arah dengan kembali maju menggunakan soft power yang mereka miliki, yakni melalui teknologi (jepang), dan budaya barat (amerika).

Berikut sekilas pengertian beberapa kategori aliran feminisme..

Feminisme liberal,
Yakni kategori yang berusaha untuk menyadarkan para wanita bahwa mereka adalah golongan yang tertindas. Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan gender, berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia, pasti memiliki kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Akar dari ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah karena disebabkan oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Maka, perempuan harus dapat mempersiapkan dirinya agar mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka "persaingan bebas" dan memiliki kedudukan setara dengan lelaki.

Feminisme radikal,
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki yang menjadikan tubuh perempuan sebagai objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal memfokuskan masalah antara lain terhadap tubuh serta hak-hak reproduksi wanita, seksualitas, hubungan antara power yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki, serta mendikotomi antara ranah privat dan ranah publik. Seperti yang pernah dikatakan oleh dosen Gender dan Seksualitas kita, bahwa ada pernyataan yang mengatakan bahwa "The personal is political", sehingga membuatnya menjadi sebuah gagasan yang mampu menjangkau permasalahan perempuan sampai kepada ranah privatnya, yakni masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan.

Feminisme sosialis,
 Feminisme sosialis muncul sebagai kritik terhadap feminisme Marxis. Aliran ini mengatakan bahwa sistem patriarki sudah muncul sebelum kapitalisme ada, dan tetap tidak akan berubah jika kapitalisme itu runtuh. Feminisme sosialis juga sepaham dengan feminisme marxis yang mengatakan bahwa kapitalisme merupakan sumber penindasan perempuan. Akan tetapi, aliran feminis sosialis ini juga setuju dengan feminisme radikal yang menganggap patriarkilah sumber penindasan itu.

Apakah Kebijakan Satu Anak di China Bagian Contoh Kasus Dari Gendercide?

Mary Anne Warren, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan istilah genderside lewat bukunya yang berjudul: "Gendercide : The implications of Sex Selection pada tahun 1978". dalam bukunya ini, beliau menjelaskan mengenai perbedaan mendasar antara istilah gendercide dan istilah genocide.
dari hasil bacaan saya, genderside merupakan istilah yang merujuk pada sebuah "kegiatan" atau usaha yang sengaja dilakukan oleh beberapa orang, kelompok, atau siapapun yang ingin memusnahkan suatu kaum berdasarkan "sex dan gender" yang dimilikinya. Bisa jadi, hanya ingin memusnahkan kaum laki-laki, atau perempuan saja dengan maksud dan tujuan tertentu.
Sedangkan genocide, adalah suatu istilah atau rujukan yang mengarah pada pemusnahan suatu ras, tanpa memikirkan jenis sex dan gendernya.

hot.detik.com


berikut adalah salah satu contoh kasusnya: ...

"... Dengan mata kepalanya sendiri, Xinran, seorang jurnalis radio yang berpangkalan di Beijing dan kini menetap di London, melihat proses kelahiran yang amat dramatis di sebuah pedesaan di pedalaman China (hal. 15-32). Dalam gelap tanpa penerangan lampu listrik, sang bidan hanya berbekal lampu minyak untuk membantu proses kelahiran. Ketika bayi keluar dari rahim ibunya, yang pertama dilakukan bukan membersihkan jalan pernapasan si bayi. Tapi memeriksa kelaminnya dengan sorotan lampu minyak.
Jika bayi itu perempuan, langsung dilempar ke dalam tong sampah!
Xinran baru mengerti mengapa para wanita China yang berasal dari pedalaman, yang lolos dari praktikgendercide itu, biasanya memiliki tanda lahir bekas luka di sekitar alat kelamin. Tak lain dan tak bukan akibat tetesan minyak lampu.
Bagaimana perasaan sang ibu melihat janin yang dikandungnya dengan susah payah selama 9 bulan, dielus dengan kasih sayang dan diajak bicara selagi masih di dalam kandungan, dilempar begitu saja ke dalam tong sampah? Xinran menulis dengan apik di dalam bukunya. Sepuluh wanita, sepuluh cerita berbeda, namun satu perasaan. Beberapa di antaranya bahkan mencoba bunuh diri akibat tidak tahan menanggung beban perasaan. Maka tak heran angka bunuh diri di China terhitung tinggi dan didominasi oleh perempuan.
Ada juga cerita sepasang orangtua yang bersama dengan Xinran dalam satu perjalanan kereta api (hal. 81-95). Sang ayah terlihat memeluk anak perempuannya yang berumur 18 bulan dengan penuh kasih sayang. Anak kecil bermata bulat yang lucu. Kereta berhenti di stasiun Xi’an. Sang ayah turun membawa anaknya. Tak lama kemudian kereta kembali bergerak. Xinran melihat sang ayah hanya sendiri tanpa ditemani si anak. Kemana si anak, tanya Xinran. Jawaban sang ayah mengagetkan lebih dari suara seribu guruh. Si anak ditinggalkan di stasiun Xi’an!
Kenapa? Kenapa tega berbuat seperti itu? Xinran bertanya seperti kesetanan. Dan sang ayah hanya menjawab dingin: “Karena Kebijakan Satu Anak.”
Ada hati yang remuk. Ada naluri keibuan yang tercabik. Lantas, apakah praktik kejam itu berhenti? Tidak juga. Laporan majalah The Economist  tahun lalu mengungkap sebanyak 100 juta bayi perempuan telah dibunuh bukan hanya di China, bahkan di lima benua di seluruh dunia atas berbagai alasan. Itu angka di tahun 1990 menurut ekonom peraih Hadiah Nobel Amartya Sen. Kini, diperkirakan angka itu telah berlipat ganda.
Mengapa pembunuhan bayi perempuan terus terjadi? Mengapa ayah dan ibu sanggup mengubur naluri paling indah sebagai manusia, naluri cinta orangtua terhadap anaknya? Jawabannya tertulis di kalimat yang saya kutip dari buku Xinran di awal artikel ini. Manusia sanggup menukar dirinya menjadi makhluk bukan manusia atas nama tradisi dan kebijakan politik pemerintah.."

Kutipan diatas adalah sepenggal kisah lama yang tidak akan terlupakan sampai kapanpun.
artikel diatas, meununjukan bahwa praktik gendercide dan secara tidak langsung mengarah pada terjadinya tindakan genocide. Dan hal ini bukan lagi menjadi suatu "hal" yang "sulit" untuk dilakukan.dengan berselubung sebagai sebuah kebijakan pemerintah, pemusnahan nyawa manusia (bahkan yang baru saja lahir) seperti tidak bernilai. Rasio yang muncul antara 120 dan 160 laki-laki untuk setiap 100 perempuan, yang akan meninggalkan jutaan laki-laki China tanpa pasangan, seperti yang dilaporkan dalam erabaru.net, hal tersebut telah mengakibatkan meningkatnya perdagangan seks di China, dan tingkat bunuh diri perempuan di China yang melampaui laki-laki, yang berarti bahwa 500 perempuan bunuh diri setiap hari sebagian tanggapan terhadap kebijakan 'satu-anak'. mungkin disini yang mnjadi korban adalah wanita, namun hal ini mencoba menjelaskan bahwa mungkin, dalam konteks dan ranah yang memang berbeda, setiap pria atau wanita,terkadanag memiliki resiko yang sama dalam menjadi korban gendercide.hanya saja, dalam artikel gendercide tersebut porsi pria lah yang lebih di soroti.bagaimana seorang pria yang tewas dalam pertempuran, atau menjadi korban kekerasan dan tindakan Sexual Abuse kaum pria lainnya.

Branding Reputation

www.leveragingideas.com


Reputasi menurut Jonathan Mercer, adalah penilaian terhadap karakter suatu pihak (disposition) yang kemudian digunakan untuk memprediksi atau menjelaskan perilaku masa depan. Apabila hal tersebut dikaitkan dengan dalam studi hubungan internasional, maka penilaian terhadap karakter sebuah bangsa dan negara-lah yang akan digunakan sebagai instrument untuk menjelaskan bagaimana sebuah negara mampu mempertahankan eksistensinya dalam dunia internasional.

Jonathan Mercer/jsis.washington.edu


Jika dalam cakupan internasional sebuah reputasi memiliki tiga komponen utama, yakni :

  1. Brain, adalah sebuah istilah yang diartikan sebagai kecerdasan yang dimiliki oleh seseorang dengan tingkat intelegensi yang baik atau bahkan sudah mendekati taraf tinggi.
  2. Behaviour, istilah ini juga digunakan sebagai perwakilan atas penilaian baik dan buruknya sebuah perilaku individu, negara, atau kelompok tertentu terhadap lingkungan serta keseharian mereka.
  3. Dan Beauty, adalah istilah yang mewakili pengakuan atas sesuatu yang dinilai memiliki keindahan, kerapihan, juga kecantikan.
www.virtualsocialmedia.com

Maka, ketiga komponen ini tidak lagi hanya mengacu kepada penilaian terhadap seorang individu, akan tetapi juga terhadap sebuah negara. Bagaimana sebuah negara mampu memposisikan dirinya di mata internasional sebagai sesuatu yang “bernilai”, dan sesuatu yang “berbeda”, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dari negara lain. hal inilah yang saya sebut sebagai Branding Reputation.

            Jenis reputasi yang belum terdefinisi ini tidak hanya mencakup reputasi seperti yang sudah di jelaskan oleh Post dan Bromley (reputasi properti, repurtasi penghormatan, dan reputasi kehormatan), tapi juga sudah memasukan esensi-esensi yang ada dari jenis reputasi yang dipaparkan oleh Eissennegger (reputasi ekspresi, reputasi fungsional, dan reputasi sosial). Reputasi yang saya sebut sebagai Branding Reputation ini dapat dikatakan sebagai gabungan dari keduanya.

            Karena walaupun pada hakikatnya reputasi ini telah memiliki apa yang dibutuhkannya (sumber daya alam yang melimpah, dan pemandangan alam yang indah di suatu negara merupakan sebuah anugerah dari Tuhan Yang maha Esa, yang mampu membuat negara tersebut memiliki posisi tawar tinggi dalam hubungannya di dunia internasional.), namun tetap terdapat usaha yang gigih dalam proses pencapaian dan proses dalam upaya mempertahankannya. Berangkat dari hal tersebutlah, mengapa saya berfikir bahwa sebuah konsep “branding” mampu menaikkan reputasi sebuah negara ketingkat yang lebih tinggi, baik lewat “branding keindahan pariwisata-nya”, “branding kecanggihan teknologi-nya”, hingga “branding kemajuan pendidikan-nya”.

Berikut, adalah kutipan artikel yang sekiranya dapat menguatkan pendapat saya.

.. World Trade Organization (WTO) memprediksi pertumbuhan rata-rata pariwisata dunia, selama tahun 2000-2010,  mencapai 4,2%, dan  kawasan Asia diprediksa akan mengalami tingkat pertumbuhan yang paling tinggi (Christianto, 2001), diprediksi sekitar 7% (WTO, 2005).  Oleh karena itu, tidak mengherankan apablia pariwisata menjadi alat untuk meningkatkan perolehan devisa, membuka kesempatan usaha, dan membuka lapangan kerja.  Contoh, Thailand dapat bangkit dari krisis ekonomi secara cepat melalui strategi lokomotif pembangunan pariwisata (Sutowo, 2001).  Bahkan, beberapa negara industri juga mereposisi ekonominya, daribrand-based economy menjadi experience economy.  Ekonomi berbasis kesan merupakan kegiatan ekonomi produktif  yang menimbulkan efek keterlibatan.  Kegiatan seperti:  diving, skiing, dogsledding, hot-air ballooning, whale kissing, snorkeling, dll adalah contohnya.   Semua kegiatan tersebut merupakan kemasan pariwisata modern yang mampu meningkatkan lapangan kerja sebesar 5,3% dalam perekonomian Amerika antara tahun 1959-1996.  Jauh lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan lapangan kerja di sektor jasa (2,7%) dan manufaktur (0,5%) (Kasali, 2004). 
World Travel & Tourism Council (WTTC) juga memberikan gambaran bahwa pariwisata akan menjadi sebuah mega industri dan menjadi penggerak utama perekonomian di abad ke-21.  Prediksi WTTC mengatakan bahwa pariwisata akan mampu menggerakkan mobilitas wisatawan internasional hingga 850 juta wisatawan di seluruh dunia pada tahun 2005 (Christianto, 2001). 
Masalahnya, pariwisata merupakan industri yang sangat sensitif terhadap  isu-isu eksternal.  Adanya perang Irak, bom Bali, atau sindrom pernafasan akut parah (SARS) dengan mudah menurunkan minat wisatawan untuk berkunjung ke Indonesia.  Citra bahwa Indonesia adalah destinasi yang tidak aman membuat wisatawan enggan berkunjung (Kompas, 3/01/2003). Hal ini juga terjadi di negara tetangga, Singapura. Begitu SARS melanda Singapura, jumlah kunjungan turis langsung merosot 19%. Tahun 2002 total wisatawan ke Singapura mencapai 7,6 juta turis, tahun 2003 hanya 6,1 juta turis. Akibatnya, uang belanja turis juga berkurang secara signifikan, dari S$5,4 miliar menjadi S$4,31 miliar (Manopol & Iskandar, 2006). 

Menyadari arti penting  industri pariwisata (secara ekonomi), maka setiap negara berusaha memberikan layanan terbaik pada wisatawan (Kasali, 2004). Dampaknya, pasar untuk industri ini semakin kompetitif.   Untuk mendapatkan posisi sebagai pemimpin pasar, strategi melalui saluran komunikasi dapat diberdayakan (Andreassen & Lindestad, 1998).  Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk membangun citra yang kuat  dalam rangka menghasilkan daya tarik yang kuat dari sebuah destinasi.  Sebab, ketika wisatawan menilai dan mengevaluasi destinasi, persepsi terhadap destinasi merupakan komponen kunci untuk melakukan kunjungan/tidak. Artinya, proses pembentukan citra merupakan tahapan yang sangat kritis bagi wisatawan (Gartner,  1996).  Konsekuensinya, citra destinasi akan memainkan  peran penting, baik dalam menarik ataupun menahan wisatawan (Andreassen & Lindestad, 1998)...”

Dikutip dari: Sri Raharjo,“Citra Destinasi dan Konsekuensi”, Staf Pengajar Jurusan Administrasi Niaga – Politeknik Negeri Bandung, pada tanggal 25 Oktober 2011, pukul 22.50 WIB.

How To Built My Own Reputation

Reputasi bersumber dari segala tindakan kita dalam keseharian yang bersifat konsisten, alamiah, dan apa adanya. Membangun sebuah reputasi dibutuhkan sebuah interaksi antara kita dan orang lain yang berada disekitar kita lewat sebuah jalur yang disebut komunikasi.
Keharuman reputasi merupakan bagian dari sumber daya yang kita miliki sebagai suatu anugerah yang didapat dari hasil pencitraan diri kita terhadap lingkungan sekitar. 
Lalu, apa sih keuntungan dari hasil memiliki sebuah reputasi? ada pendapat lain yang mengatakan pada dasarnya, sebuah reputasi yang bagus tidak hanya akan meningkatkan nilai dari diri kita, namun juga nilai dari apa-apa yang kita hasilkan. 

kita adalah raja terhadap diri kita sendiri.
maka apa yang kita lakukan, seharusnya adalah berasal dari dalam diri kita, atas kemauan kita, dan bukan sebagai bentuk pencitraan semata.
jangan hanya karena ingin dianggap sebagai sebuah pribadi yang "baik secara sempurna", maka dengan sejuta cara kita melakukan apa yang seharusnya tidak ada atau tidak menjadi bagian dari diri kita. hal itu hanya akan membuat diri kita menjadi "sakit". tidak ada rasa nyaman, dan malah akan merendahkan diri kita sendiri.

berkaca dari hal tersebutlah, dalam membangun sebuah karakter pribadi seharusnya kita cukup menjadi diri sendiri. karena setiap apa-apa yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa terhadap diri kita, adalah sebuah anugerah yang pasti ada manfaatnya. jangan memandang diri sendiri dengan hanya sebelah mata. Karena di dunia ini begitu banyak orang yang tidak menyadari (mungkin saya salah satunya) akan adanyai 'sleeping giant' dalam dirinya. Dan jangan sampai sebuah potensi dahsyat dan besar yang acapkali diabaikan oleh alam pikiran kita sendiri.

mungkin, hal tersebut diatas sedikit banyak telah mewakili bagaimana saya dan reputasi yang berada disekeliling saya terbentuk, dan ada. Apapun hasil dari pencitraan diri saya selama ini sekali lagi adalah sebuah anugerah, terlepas dari baik atau buruknya sebuah reputasi yang melekat pada diri saya. Karena hal tersebut akan selamanya menjadi sebuah pembelajaran dalam hidup mengenai bagaimana kita dapat mensyukuri apa yang ada dalam diri kita, dengan mencoba menjadi diri kita secara utuh.

Posisi Agama Dalam Studi Hubungan Internasional

www.rug.nl


Selama perkembangannya, Teori-teori dalam Hubungan Internasional (THI) telah menempatkan agama pada titik "marginal" oleh THI Mainstream sekuler seperti positivisme, dan post-positivisme. Namun, dalam ranah tertentu, kebangkitan tradisi agama juga memberikan pencerahan dalam menyikapi konteks hubungan internasional, politik dunia, dan refleksi mendalam tentang perkembangan keilmuan studi Hubungan Internasional.

Jonathan Fox dan Shmuel Sandler mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Bringing Religion Into International Relations”, bahwa agama pada hakikatnya memang memiliki peranan penting dalam studi kajian hubungan internasional. Mereka juga mengatakan bahwa meskipun agama bukanlah sebagai kekuatan yang utama dalam hubungan inetrnasional, namun Legitimasi agama terkadang mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam interaksi mereka dalam politik dunia internasional.

Didalam Islam contohnya, salah satu konsep yang ada didalamnya adalah mengedepankan sebuah kerjasama antar umat manusia di bumi ini, dimana setiap umat muslim diwajibkan untuk bekerjasama dan bergotong-royong dalam membina suatu hubungan dan menyelesaikan suatu masalah antar umat.
Hal-hal seperti ini sangatlah berpengaruh terhadap konsep atau teori-teori yang ada dan bahkan mungkin yang baru diteliti dan berusaha dikembangkan demi kepentingan-kepentingan yang ada dalam Hubungan Internasional. sebagai contoh lainnya, mari kita lihat kepada paham Liberalis, di mana paham Liberalis ini sangat mengutamakan kerjasama yang baik antar negara maupun actor non-negara dalam membina hubungannya dan menyelesaikan suatu masalah internasional. Kontribusi agama dalam menentukan konsep hubungan internasional adalah bahwa, agama tidak hanya semata-mata mengajarkan nilai-nilai kebaikan yang sifatnya universal, tapi agama juga mengajarkan perdamaian yang abadi.

Bagaimana fenomena agama seperti konflik antaragama dalam suatu negara hingga yang bersifat lintas batas sehingga dapat menjadi isu global, serta isu-isu seperti hak asasi manusia dan lainnya yang juga berkaitan dengan agama. Dari contoh ini terlihat bahwa agama memiliki tempat sendiri dalam hubungan internasional.  Selain itu, buku ini juga membahas mengenai benturan peradaban (clash of civilization) yang dikemukakan oleh Samuel Huntington. Dan bagaimana hal tersebut dapat menyentuh langsung pada peran agama dalam hubungannya di kancah internasional, seperti disinggungnya konflik Israel dan Palestina yang dinilai masyarakat internasional sebagai konflik yang melibatkan dua kepercayaan.

Rabu, 02 Oktober 2013

Analisa Kasus Genosida di Rwanda Dalam Sisi Hukum Humaniter


needlessbloodshed.wordpress.com
  Genosida pertama kali digunakan oleh seorang ahli hukum dari Polandia yang bernama Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya yang berjudul “Axis Rule in Occupied Europe. Istilah ini diambil dari gabungan bahasa Yunani Î³Î­Î½Î¿Ï‚ genos yang artinya “ras, suku, atau bangsa” dan bahasa Latin “caedere” yang berarti pembunuhan. Menurut Statuta Roma dan Undang-Undang no. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, genosida ialah:
Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, dan agama dengan cara membunuh anggota kelompok yang dapat mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat, serta menciptakan suatu kondisi kehidupan kelompok yang secara fisik dinilai musnah secara fisik atau secara keseluruhan, mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut, dan memindahkan secara paksa anak-anak yang ada dalam kelompok tertentu kepada kelompok lain.”
Kejahatan ini merupakan salah satu dari empat pelanggaran berat dalam konteks Hak Asasi Manusia. Kejahatan ini berada dalam yurisdiksi International Criminal Court (ICC) bersama pelanggaran HAM berat lainnya, seperti kejahatan perang, agresi, dan kemanusiaan.  Ada pula istilah genosida budaya yang diartikan sebagai pembunuhan peradaban suatu bangsa dengan melarang penggunaan bahasa dari suatu kelompok atau suku, atau mengubah dan menghancurkan simbol-simbol peradabannya.

Kasus ini dimulai pada bulan April di tahun 1944,  ketika terjadi pembunuhan presiden Rwanda yang bernama Juvenal Habyarimana oleh suku Hutu. Pembunuhan tersebut dilakukan diatas pesawat oleh suku Hutu yang mengatakan diri mereka berasal dari suku Tutsi. Hal ini sengaja dilakukan oleh militan suku Hutu untuk memancing amarah masyarakat sesuku mereka agar semakin membenci suku Tutsi yang juga tinggal berdampingan dengan mereka, mengingat bahwa Presiden Habyarimana berasal dari suku Hutu.
Kebencian suku Hutu terhadap suku Tutsi diawali dengan adanya sistem diversifikasi, atau penggolongan  masyarakat suku-suku asli di Rwanda berdasarkan warna kulit dan bentuk fisik lainnya. Sistem kasta ini pertama kali diterapkan oleh pemerintah Belgia saat Rwanda masih berada dalam wilayah koloni mereka. Pada masa pemerintahan Belgia di Rwanda, suku Tutsi diletakkan pada kasta teratas dikarenakan fisik mereka yang lebih baik jika dibandingkan dengan suku Hutu. Suku Tutsi memiliki warna kulit yang sedikit lebih terang, perawakan yang lebih tinggi, dan bentuk hidung yang sedikit mancung, sedangkan suku Hutu, memiliki perbedaan yang sangat kontras dengan mereka. Pemerintah Belgia juga membedakan jenis-jenis pekerjaan apa saja yang dinilai pantas untuk masing-masing kasta tersebut. Seperti jenis-jenis pekerjaan yang membutuhkan tenaga kasar (blue collar) akan diberikan pada orang-orang yang berasal dari suku Hutu, dan jenis pekerjaan dalam bidang pemerintahan atau lebih terhormat (white collar) akan diberikan kepada orang-orang yang berasal dari suku Tutsi.
Hal inilah yang memicu timbulnya perasaan dendam dan iri pada suku Hutu yang merasa didiskriminasi oleh sistem kasta tersebut. Rasa kecewa dan perasaan disingkirkan secara terus menerus membuat mereka terasing dalam lingkungannya sendiri. Dan pada akhirnya menimbulkan konflik perang saudara yang berujung pada kejahatan genosida di Rwanda yang dilakukan oleh suku Hutu terhadap suku Tutsi. Para militan suku Hutu yang telah berhasil memprovokotori masyarakat suku Hutu lainnya sesaat setelah kejadian pembunuhan atas Presiden mereka segera memblokade jalan-jalan di kota, merazia seluruh penduduk, memperkosa dan membunuh setiap penduduk yang memiliki identitas sebagai suku Tutsi. Kejahatan genosida yang terjadi di Rwanda ini menelan korban jiwa hingga mencapai angka kasar 1.000.000 orang dari kedua belah pihak.
Pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia merupakan sebuah kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan yang serius, atau dalam istilah hubungan internasional sering disebut sebagai “Serious Crime”, dan inilah yang membedakannya dari hukum pidana biasa. Berbeda dengan hukum humaniter yang berperan dalam mengatur konflik ketika perang yang terjadi antara dua negara atau lebih sedang terjadi. Landasan hukum mengenai pelanggaran Hak Asasi Manusia tertuang dalam statuta Roma tentang pengadilan Pidana Internasional, sedangkan landasan hukum dari hukum humaniter internasional diatur dalam konvensi Genewa. Kedua landasan yang berbeda ini menjelaskan bahwa kedua “kegiatan” ini jelas berbeda.
Dalam kasus Genosida di Rwanda, menurut saya hal tersebut masuk dalam kategori kejahatan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari konteks konflik yang terjadi, poin pertama adalah kejahatan ini berawal dari adanya konflik antar suku dalam suatu negara, bukan antar negara. Yang kedua, kategori konflik yang terjadi di Rwanda bukanlah kategori kejahatan perang yang masuk dalam ranah militer, tapi perang saudara antar masyarakat sipil.
Kaitannya dengan hukum humaniter internasional adalah sebagai pelindung bagi korban perang dari sengketa bersenjata non-internasional yang terjadi di Rwanda, serta pembatasan penggunaan senjata dalam konflik tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya campur tangan pihak Perancis dalam membantu pasokan senjata bagi suku Hutu dalam pembantaian tersebut. Hak-hak asasi bagi korban perang di suatu negara yang diatur dalam konvensi genewa juga merupakan hak-hak dasar milik setiap individu (tertuang dalam pasal 3 konvensi genewa dalam perlindungan korban perang). Dalam kasus ini, hukum humaniter berperan dalam menangani bagaimana para korban perang tersebut harus diperlakukan, karena dalam hukum humaniter juga diatur sedikit mengenai konflik sengketa bersenjata non-internasional. Sedangkan dalam jenisnya, kasus ini masuk dalam kategori kejahatan pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini secara tidak langsung menyiratkan bahwa dalam peraturan sanksi atau perlindungan mengenai kejahatan pelanggaran hak asasi manusia masih memiliki kekurangan.


Referensi:
Sumber Buku

Jurnal Ham Komisi Perlindungan Hak Asasi Manusia. Vol.2 No.2. November 2004. Jakarta. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Sumber Lain
http://www.wordpress.com/canyouthinkyoucanthink /Pembantaian-Rwanda.htm/
http://www.preventgenocide.org/ab/1998/
http://www.wikipedia.org/

Kerjasama Bilateral Indonesia dan Malaysia dalam Upaya Penyelesaian Masalah Teritorial Laut dan Nelayan Kedua Negara



            Negara Indonesia  adalah negara maritim kepulauan yang memiliki potensi sumber daya kelautan melimpah sekaligus menggiurkan bagi bangsa Indonesia sendiri, maupun bagi negara-negara tetangganya. Sejak dahulu, sudah tidak terhitung kasus penangkapan nelayan asing yang masuk kedalam wilayah Indonesia dan mengambil ikan-ikan dari wilayah Indonesia. Luasnya wilayah laut Indonesia serta kurangnya penjagaan laut membuat wilayah perairan perbatasan Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para pendulang ikan dari negara-negara tetangga untuk terus melakukan aksinya. Tetapi faktanya bukan hanya nelayan asing saja yang masuk dan secara ilegal mengambil sumber daya alam Indonesia, nelayan-nelayan Indonesia pun ternyata banyak yang menjadi korban penangkapan akibat melakukan penangkapan ikan di wilayah negara tetangga, antara lain di wilayah negara Malaysia.
            Kasus penangkapan ikan ilegal oleh nelayan kedua negara selama beberapa tahun terakhir telah menjadi fokus utama masalah bilateral yang perlu dibenahi, didasari keinginan kedua negara untuk mencegah aksi-aksi nelayan tidak berhukum serta untuk meperbaiki tatanan hubungan bilateral kedua negara, selain daripada untuk mencegah kerugian negara. Indonesia saja telah mengalami kerugian hingga sebesar Rp 30 triliun selama 10 tahun terakhir akibat penangkapan dan pencurian ikan ilegal di seluruh wilayahnya[1]. Banyaknya kasus penangkapan ikan ilegal yang merugikan kedua negara seringkali beralasan karena batas-batas laut negara yang tidak jelas dan kurang dipahami nelayan tradisional, kekurangan mereka dalam hal navigasi, hingga faktor cuaca yang membuat mereka tersasar.

www.heritage.org
             Didasari niat baik kedua negara dalam menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomasi, dibuatlah nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) “Common Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement Agencies” pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali[2]. Isinya adalah tentang perjanjian kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia mengenai nelayan-nelayan tradisional yang tersesat di perairan kedua negara, pedoman serta penanganannya yang nantinya dilakukan oleh badan-badan penegak hukum di negara masing-masing. Inti dari pedoman umum (common guidelines) ini adalah bukan pada kebijakan hukum atau rezim yang akan diberlakukan di wilayah perairan kedua negara, tetapi lebih kepada penanganan dan taktis operasional baru di lapangan atau oleh aparat keamanan laut antara kedua belah pihak sekiranya terjadi kasus lintas batas wilayah laut negara seperti yang sering terjadi sebelumnya[3]. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkategorikan nelayan tradisional adalah nelayan yang menggunakan kapal dengan berat 5 hingga 10 GT (Gross Tonage).
            Indonesia mengirimkan perwakilannya dalam meratifikasi nota kesepahaman tersebut yaitu Kepala Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Didik Heru Purnomo yang disaksikan oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto. Sementara dari pihak Malaysia adalah Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Datuk Abdul Wahab Mohamed Tajudeen, disaksikan oleh Menteri Senior bidang Judicial Review Malaysia, Datuk Seri Muhamed Nazri bin Abdul Aziz.
            Bentuk konkrit dari kerjasama bilateral ini adalah misalkan di masa yang akan datang nanti terdapat nelayan dari salah satu pihak yang melakukan penangkapan ikan  atau tersesat sampai masuk kedalam wilayah pihak lain, maka tindakan yang diambil oleh pihak lain bukanlah penangkapan tetapi dengan membantu atau mengawal kapal tradisional tadi untuk kembali ke perairan asal di negaranya. Tidak ada hukuman yang dijatuhkan oleh kedua belah pihak terhadap nelayan-nelayan tradisional, terkecuali nelayan-nelayan yang melakukan illegal fishing dengan menggunakan bahan-bahan peledak ataupun bahan kimia berbahaya[4]. Sehingga tidak akan terjadi konflik antara kedua belah pihak terkait nelayan tradisional yang memang tersesat masuk wilayah negara tetangga dalam bekerja.
            Kerjasama positif bilateral ini berdasarkan komitmen kedua negara untuk tidak melakukan konflik dalam menyelesaikan permasalahan, serta sebagai upaya untuk menghormati UNCLOS 1982. Dalam konvensi hukum laut internasional itu sendiri memang terdapat pasal yang menyinggung kewajiban bagi negara-negara kepulauan untuk melindungi dan menghormati perairan yang merupakan wilayah tangkap bagi nelayan tradisional, yaitu pasal 51 ayat 1[5]. Kedua negara juga menyepakati upaya pengawasan , evaluasi, dan peninjauan dengan koordinasi antara lembaga penegak hukum maritim laut Indonesia seperti IMSCB/Bakorkamla, TNI AL, Kepolisian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, dengan lembaga penegak hukum Malaysia yaitu Maritime Enforcement Agency Malaysia (MMEA), Royal Navy, Royal Airforce, Kepolisian Kerajaan Malaysia, serta Departemen Perikanan dan Royal Beacukai Malaysia.
Dengan disepakatinya nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia ini menunjukkan adanya kemauan niat baik kedua negara dalam bekerjasama untuk melindungi dan menghormati nelayan tradisional, dan juga niat baik untuk bekerjasama menyelesaikan suatu permasalahan bilateral dengan jalan diplomasi dan bukan melalui konflik. Kerjasama mutualisme ini diharapkan untuk terus dievaluasi dan ditingkatkan lagi kedepannya, serta dapat ditularkan kepada bidang-bidang lainnya sehingga kedua negara terus dapat menjalin kerjasama bilateral yang positif di regionalnya.

REFERENSI

Sumber website:

10 Tahun, Indonesia Tekor Rp30 Triliun

Indonesia-Malaysia Sepakat Selesaikan Masalah Nelayan Lewat Jalur Diplomasi
(http://www.antaranews.com/berita/294936/indonesia-malaysia-sepakat-selesaikan-masalah-nelayan-lewat-jalur-diplomasi)

Patuhi UNCLOS 1982, Bebaskan Nelayan Tradisional Indonesia
(http://kiara.or.id/component/content/article/42/314)

INDONESIA-MALAYSIA SEPAKAT SELESAIKAN MASALAH NELAYAN LEWAT JALUR DIPLOMASI
(http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7011/INDONESIA-MALAYSIA-SEPAKAT-SELESAIKAN-MASALAH-NELAYAN-LEWAT-JALUR-DIPLOMASI/?category_id=34)

Indonesia-Malaysia Teken Perjanjian Teritorial Laut
(http://metrotvnews.com/read/news/2012/01/27/80017/Indonesia-Malaysia-Teken-Perjanjian-Teritorial-Laut)


[1] http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/06/06/m56po8-10-tahun-indonesia-tekor-rp30-triliun
[2] http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7011/INDONESIA-MALAYSIA-SEPAKAT-SELESAIKAN-MASALAH-NELAYAN-LEWAT-JALUR-DIPLOMASI/?category_id=34
[3] http://metrotvnews.com/read/news/2012/01/27/80017/Indonesia-Malaysia-Teken-Perjanjian-Teritorial-Laut
[4] http://www.antaranews.com/berita/294936/indonesia-malaysia-sepakat-selesaikan-masalah-nelayan-lewat-jalur-diplomasi
[5] http://kiara.or.id/component/content/article/42/314