Negara
Indonesia adalah negara maritim
kepulauan yang memiliki potensi sumber daya kelautan melimpah sekaligus
menggiurkan bagi bangsa Indonesia sendiri, maupun bagi negara-negara
tetangganya. Sejak dahulu, sudah tidak terhitung kasus penangkapan nelayan asing
yang masuk kedalam wilayah Indonesia dan mengambil ikan-ikan dari wilayah
Indonesia. Luasnya wilayah laut Indonesia serta kurangnya penjagaan laut
membuat wilayah perairan perbatasan Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para
pendulang ikan dari negara-negara tetangga untuk terus melakukan aksinya.
Tetapi faktanya bukan hanya nelayan asing saja yang masuk dan secara ilegal
mengambil sumber daya alam Indonesia, nelayan-nelayan Indonesia pun ternyata
banyak yang menjadi korban penangkapan akibat melakukan penangkapan ikan di wilayah negara tetangga, antara lain
di wilayah negara Malaysia.
Kasus
penangkapan ikan ilegal oleh nelayan kedua negara selama beberapa tahun
terakhir telah menjadi fokus utama masalah bilateral yang perlu dibenahi,
didasari keinginan kedua negara untuk mencegah aksi-aksi nelayan tidak berhukum
serta untuk meperbaiki tatanan hubungan bilateral kedua negara, selain daripada
untuk mencegah kerugian negara. Indonesia saja telah mengalami kerugian hingga
sebesar Rp 30 triliun selama 10 tahun terakhir akibat penangkapan dan pencurian
ikan ilegal di seluruh wilayahnya[1].
Banyaknya kasus penangkapan ikan ilegal yang merugikan kedua negara seringkali
beralasan karena batas-batas laut negara yang tidak jelas dan kurang dipahami
nelayan tradisional, kekurangan mereka dalam hal navigasi, hingga faktor cuaca
yang membuat mereka tersasar.
Didasari
niat baik kedua negara dalam menyelesaikan masalah ini melalui jalur diplomasi,
dibuatlah nota kesepahaman atau Memorandum
of Understanding (MoU) “Common
Guidelines Concerning Treatment of Fishermen by Maritime Law Enforcement
Agencies” pada tanggal 27 Januari 2012 di Nusa Dua, Bali[2].
Isinya adalah tentang perjanjian kerjasama antara pemerintah Republik Indonesia
dan Kerajaan Malaysia mengenai nelayan-nelayan tradisional yang tersesat di
perairan kedua negara, pedoman serta penanganannya yang nantinya dilakukan oleh
badan-badan penegak hukum di negara masing-masing. Inti dari pedoman umum (common guidelines) ini adalah bukan pada
kebijakan hukum atau rezim yang akan diberlakukan di wilayah perairan kedua
negara, tetapi lebih kepada penanganan dan taktis operasional baru di lapangan
atau oleh aparat keamanan laut antara kedua belah pihak sekiranya terjadi kasus
lintas batas wilayah laut negara seperti yang sering terjadi sebelumnya[3].
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkategorikan nelayan tradisional
adalah nelayan yang menggunakan kapal dengan berat 5 hingga 10 GT (Gross Tonage).
www.heritage.org |
Indonesia
mengirimkan perwakilannya dalam meratifikasi nota kesepahaman tersebut yaitu
Kepala Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) Laksamana Madya Didik Heru
Purnomo yang disaksikan oleh Menko Polhukam Djoko Suyanto. Sementara dari pihak
Malaysia adalah Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Datuk Abdul Wahab Mohamed Tajudeen,
disaksikan oleh Menteri Senior bidang Judicial Review Malaysia, Datuk Seri
Muhamed Nazri bin Abdul Aziz.
Bentuk
konkrit dari kerjasama bilateral ini adalah misalkan di masa yang akan datang
nanti terdapat nelayan dari salah satu pihak yang melakukan penangkapan
ikan atau tersesat sampai masuk kedalam
wilayah pihak lain, maka tindakan yang diambil oleh pihak lain bukanlah
penangkapan tetapi dengan membantu atau mengawal kapal tradisional tadi untuk
kembali ke perairan asal di negaranya. Tidak ada hukuman yang dijatuhkan oleh
kedua belah pihak terhadap nelayan-nelayan tradisional, terkecuali
nelayan-nelayan yang melakukan illegal
fishing dengan menggunakan bahan-bahan peledak ataupun bahan kimia
berbahaya[4].
Sehingga tidak akan terjadi konflik antara kedua belah pihak terkait nelayan
tradisional yang memang tersesat masuk wilayah negara tetangga dalam bekerja.
Kerjasama
positif bilateral ini berdasarkan komitmen kedua negara untuk tidak melakukan
konflik dalam menyelesaikan permasalahan, serta sebagai upaya untuk menghormati
UNCLOS 1982. Dalam konvensi hukum laut internasional itu sendiri memang
terdapat pasal yang menyinggung kewajiban bagi negara-negara kepulauan untuk
melindungi dan menghormati perairan yang merupakan wilayah tangkap bagi nelayan
tradisional, yaitu pasal 51 ayat 1[5].
Kedua negara juga menyepakati upaya pengawasan , evaluasi, dan peninjauan
dengan koordinasi antara lembaga penegak hukum maritim laut Indonesia seperti
IMSCB/Bakorkamla, TNI AL, Kepolisian, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Perhubungan, dengan lembaga penegak hukum Malaysia yaitu Maritime
Enforcement Agency Malaysia (MMEA), Royal Navy, Royal Airforce, Kepolisian
Kerajaan Malaysia, serta Departemen Perikanan dan Royal Beacukai Malaysia.
Dengan disepakatinya
nota kesepahaman antara Indonesia dan Malaysia ini menunjukkan adanya kemauan niat
baik kedua negara dalam bekerjasama untuk melindungi dan menghormati nelayan
tradisional, dan juga niat baik untuk bekerjasama menyelesaikan suatu
permasalahan bilateral dengan jalan diplomasi dan bukan melalui konflik.
Kerjasama mutualisme ini diharapkan untuk terus dievaluasi dan ditingkatkan
lagi kedepannya, serta dapat ditularkan kepada bidang-bidang lainnya sehingga
kedua negara terus dapat menjalin kerjasama bilateral yang positif di
regionalnya.
REFERENSI
Sumber website:
10 Tahun, Indonesia Tekor Rp30
Triliun
Indonesia-Malaysia Sepakat
Selesaikan Masalah Nelayan Lewat Jalur Diplomasi
(http://www.antaranews.com/berita/294936/indonesia-malaysia-sepakat-selesaikan-masalah-nelayan-lewat-jalur-diplomasi)
Patuhi UNCLOS 1982, Bebaskan
Nelayan Tradisional Indonesia
(http://kiara.or.id/component/content/article/42/314)
INDONESIA-MALAYSIA
SEPAKAT SELESAIKAN MASALAH NELAYAN LEWAT JALUR DIPLOMASI
(http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7011/INDONESIA-MALAYSIA-SEPAKAT-SELESAIKAN-MASALAH-NELAYAN-LEWAT-JALUR-DIPLOMASI/?category_id=34)
Indonesia-Malaysia Teken
Perjanjian Teritorial Laut
(http://metrotvnews.com/read/news/2012/01/27/80017/Indonesia-Malaysia-Teken-Perjanjian-Teritorial-Laut)
[1]
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/06/06/m56po8-10-tahun-indonesia-tekor-rp30-triliun
[2]
http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/7011/INDONESIA-MALAYSIA-SEPAKAT-SELESAIKAN-MASALAH-NELAYAN-LEWAT-JALUR-DIPLOMASI/?category_id=34
[3]
http://metrotvnews.com/read/news/2012/01/27/80017/Indonesia-Malaysia-Teken-Perjanjian-Teritorial-Laut
[4]
http://www.antaranews.com/berita/294936/indonesia-malaysia-sepakat-selesaikan-masalah-nelayan-lewat-jalur-diplomasi
[5]
http://kiara.or.id/component/content/article/42/314
mbak anak HI juga? makasih ya mbak informasinya. saya suka baca baca blognya
BalasHapusHai rifqi, terima kasih sdh mmpir di blog ini.
Hapus=D
To be honest, beberapa yg saya post disini adalah tugas2 kuliah, in case hilang, jd saya copy disini. Hahaha..
Saya sdh jarang update disini, sila mampir di tumblr saya, alamatnya sama.Hehe..