Selasa, 15 April 2014

Diyat Bukan Tanggungjawab Pemerintah?


Pakar Internasional Universitas Indonesia, Prof. Hikmahanto Juwana, mengatakan bahwa denda diyat bukanlah kewajiban pemerintah. Jika memang pemerintah memberikan bantuan kepada keluarga tki yang tengah terjerat kasus pembunuhan, dan diharuskan membayar denda diyat untuk menghindarkannya dari hukuman mati, itu adalah bentuk sumbangan dana. Bukan bentuk kewajiban yang seharusnya dilakukan negara.
Ada tiga alasan yang dikemukakan oleh beliau:
Pertama,
Diyat merupakan kewajiban dari tersangka pembunuhan kepada korbannya, yang tentu saja harus ditanggung oleh tersangka atau keluarganya.
Kedua,
Jika kewajiban membayar diyat "dilimpahkan" kepada pemerintah, dikhawatirkan akan terjadi peningkatan besaran jumlah diyat pada masa di depan oleh keluarga korban.
Ketiga,
Tidak akan adil bagi masyarakat Indonesia jika pemerintah harus menggunakan uang negara untuk membayar diyat.

Dalam hal ini, mari kita ambil contoh dari dua kasus pembunuhan majikan yang dilakukan oleh tenaga kerja asal Indonesia, Darsem (2009) dan Satinah (2014). 

Darsem, adalah contoh TKI yang berhasil "diselamatkan" oleh "negara" dari hukuman mati yang menjeratnya beberapa tahun silam dengan pembayaran diyat. Diyat Darsem mencapai 4,72 Miliar pada saat itu.
Darsem melakukan pembunuhan terhadap teman majikannya yang berusaha memperkosanya.
Penggalangan dana untuk Darsem juga dilakukan oleh banyak dermawan, ditambah dengan bantuan dari pemerintah. Baik secara materi dan negosiasi. Hasilnya, Darsem dibebaskan dan memiliki uang diyat yang berlebih. Seperti yang ditayangkan oleh beberapa media massa baik cetak maupun elektronik, Darsem menggunakan sisa dari uang diyat tersebut untuk membangun rumah dan membeli perhiasan untuk investasinya. Kini, Darsem sudah dapat menjalani hidupnya seperti biasa. 

Satinah, memiliki cerita yang berbeda. Ia dituduh membunuh majikannya karena sering menerima kekerasan dari almarhumah. Satinah yang sempat melarikan diri pun akhirnya menyerahkan diri ke kepolisian Arab Saudi. Ia kemudian dijerat dengan pasal pembunuhan dengan hukuman mati. Hingga saat tulisan ini diturunkan, pemerintah masih terus berusaha melakukan negosiasi dengan pemerintah Arab Saudi dan keluarga korban.
Uang diyat yang diminta untuk menebus satinah berjumlah 25 Miliar, dan kini uang diyat tersebut telah diserahkan kepada yang berhak. Satinah kini masih harus terus menjalani proses untuk dapat benar-benar bebas dan kembali ke Tanah Air. Uang diyat tersebut akhirnya dapat terkumpul dari penggalangan dana yang dimotori oleh Melanie Subono, masyarakat Indonesia, dan APBN Negara (RI). Meskipun menjelang hari - H jumlahnya sempat belum tergenapi.

Jika melihat dari kedua kasus ini, besaran uang diyat yang diminta oleh pihak keluarga semakin besar. Apakah ini dikarenakan tidak ada batasan nominal jumlah uang diyat? Adakah aturan hukum di Pemerintah Arab Saudi yang mengatur jumlah diyat dengan semestinya? jika tidak, lalu apa hal ini dapat mengindikasikan bahwa jumlah diyat yang harus dibayarkan bisa mengarah pada pemerasan secara terang?

Mungkin beberapa pertanyaan tersebut menjadi dasar mengapa Prof. Hikmahanto Juwana merasa keberatan jika uang diyat harus dibayarkan oleh pemerintah. Jika memang benar, maka tiga alasan yang disebutkan oleh beliau sangat masuk akal menurut saya. Pertama, jumlah TKI yang terancam hukuman mati tidak sedikit jumlahnya. Jika semuanya "diharuskan" membayar uang diyat demi mendapat kebebasan, maka tidak terbayangkan berapa besar uang anggaran pemerintah (APBN) yang harus dikeluarkan. Terakhir, hal -hal semacam ini dapat dicegah jika pemerintah memiliki kontrol yang baik terhadap penanganan TKI yang akan dipekerjakan nantinya. Kontrol yang baik ini lebih kepada pengawasan ketat di lapangan atas maraknya praktik calo TKI ilegal, karena tidak akan mungkin pemerintah memilah mana TKI yang patut di "selamatkan" dari hukuman mati. Ilegal atau resmikah ia saat diberangkatkan.

Hendaknya, masyarakat Indonesia yang bermaksud untuk memilih menjadi TKI sebagai pekerjaan mereka  untuk lebih berhati-hati dan waspada. Berhati-hati dalam memilih agen yang akan memberangkatkan mereka. Waspada terhadap penipuan yang seringkali terjadi. Pahami setiap arahan yang diberikan dan pelajari dengan seksama, dengan segala ribu kemungkinan. 
Jangan terlena dahulu akan jumlah penghasilan yang akan didapatkan nantinya, karena mungkin saja, ada harga yang akan dibayar mahal sebagai maharnya.

Menolong atau Membatasi Yang Terbatas?

"   Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****) 

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ****) 

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. ****) 

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****) 

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. ****)  "


http://news.detik.com


Dia sudah memilihkan jalan terbaik untukku
maka inilah adanya aku
Aku memang tak mendengar suaramu, tapi aku bisa membaca laku dan mau mu
Aku mungkin tak melihat ekspresi wajahmu, tapi aku selalu bisa merasakan haru tawa mu
Kawan..
Tahukah kalian ketika aku meraba kehidupan dengan tangan ku, aku ingin menyusuri setiap jengkalnya dengan tekad?
Mengertikah kalian ketika aku belajar memahami isyarat, aku ingin melakukan setiap geraknya dengan hati dan pancaran mataku?
Aku hanya ingin bisa menunjukan, padamu.
Meskipun dalam keterbatasanku.
Aku sama denganmu, manusia sepertimu
Hanya lebih hening suaraku,
Hanya lebih lama terpejam mataku.
Aku tak menyesali yang diberikanNya padaku
Tuhan memilihkan jalanNya untukku
Maka biarkanlah aku berusaha yang sama denganmu.
Jangan jauhkan apa yang masih menjadi hak ku
Jangan hilangkan apa yang harus menjadi kewajibanku
Biarkan aku berusaha yang sama sepertimu, dengan caraku.
Tiada akan beda yang terlihat, jika kau mau mengakuiku.
Jakarta, KM 0 (2014)


Teman,
Puisi diatas semoga bisa menjadi jembatan yang layak untuk kita mencoba memahami mereka.
Tidak ada satupun manusia yang ingin dipandang berbeda, dalam hal ini memandang mereka lebih rendah. Entah derajat, martabat dan kemampuannya.
Semua memiliki kelebihan yang tidak akan pernah kita sadari sebelumnya, tanpa kita perhitungkan .
Pada bulan Maret lalu, kita sempat disuguhkan beberapa pemberitaan mengenai beberapa universitas yangtidak membolehkan kaum disabilitas untuk mengikuti saringan ujian masuk ke Universitas yang bersangkutan. Bukankah setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan?

keterbatasan mereka sebagai kaum difabel tidak dapat menjadi sebuah pertimbangan bahwa mereka tidak mampu melakukan oleh orang lain. Seringkali keterbatasan yang mereka miliki justru membuat kita berdecak kagum ketika mereka berhasil mendapatkan yang sifatnya hampir mustahil bagi mereka. Banyak prestasi yang masih bisa mereka berikan pada negara, bukan hanya sekelumat.
Contohnya ketika diadakan Asean Para Games di bulan Oktober 2013 lalu, atlet-atlet Indonesia berhasil membawa pulang 8 emas, dengan rincian 3 di cabang atletik, renang 1 emas, bulutangkis 1 emas, catur 2 emas, dan tenis meja 1 emas.

Namun, disisi lain. Perguruan tinggi yang sempat memberikan persyaratan yang dinilai diskriminatif itu sendiri memiliki alasan. Alasan yang juga masuk pada akal sehat. Persyaratan tersebut mereka buat tidak pernah bertujuan untuk membedakan para calon mahasiswa mereka. Mereka melakukan itu demi kebaikan para calon peserta didik mereka. Seperti yang dikutip dalam Republika Online edisi 15 maret 2014, berikut:

"Misalnya jurusan Teknik Elektro mahasiswanya tidak boleh buta warna, itu bukan diskriminasi. Dia mencontohkan jika mahasiswa itu buta warna, dia tidak bisa membedakan warna yang satu dengan lainnya. Padahal saat belajar ada kode-kode warna yang menggunakan warna. Jika dia tak bisa membedakan  warna, jutsru akan mencelakakannya.

Contoh lain, kata dia, untuk Fakultas Kedokteran juga tidak membolehkan buta warna. Nuh mengatakan, jika ada dokter yang buta warna malah akan membahayakan pasiennya. Karena itu, sejumlah persyaratan dalam SNMPTN bukan dimaksudkan untuk melakukan diskriminasi. ‘’Namun ada memang jurusan tertentu yang membutuhkan kelengkapan itu,’’ terang Nuh."
*M. Nuh/ Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Terlepas dari ada atau tidaknya agenda lain dalam persyaratan yang pernah dikeluarkan tersebut (kini sudah dihapuskan di beberapa PTN & PTS), kita tetap harus menghargai setiap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Selama kita masih bisa mengawasinya sebagai warga negara yang baik, tidak ada salahnya untuk menerapakan prinsip cover both side dalam menyikapi suatu pemberitaan. Mari berharap setiap kebijakan yang mereka buat akan menjadi manfaat bagi bersama, bukan demi kepentingan kelompok atau perorangan tertentu. Apapun bidangnya, pendidikan, kesehatan, atau sosial.

Bhineka, Globalisasi, dan Manusia

Meskipun banyak yang mengatakan saat ini dunia sudah tak berbatas, entah akibat globalisasi atau memang manusia sudah menyadari kesendiriannya. Mungkin juga manusia masa kini sudah lebih berani untuk mengetahui hal-hal lain yang sebenarnya mereka takutkan dahulu.
Tapi apakah itu hanya sebuah kesimpulan acak yang dikeluarkan oleh beberapa orang yang kemudian diamini oleh lainnya? Sebenarnya dunia ini masih luas, bahkan terlalu luas jika hanya untuk sekedar diselami dengan makna dan kesimpulan globalisasi.
Tidak terjangkau mata, tidak pula dengan hati.
Setujukah jika hal itu adalah pribadi manusia itu sendiri?
Manusia itu misteri terbesar kedua setelah masa depan. Manusia itu sendiri tidak terkena dampak globalisasi, dalam arti yang tidak sesungguhnya.

Manusia itu lebih luas, lebih multitafsir, lebih sulit, lebih ambigu.
Ada yang mengatakan bahwa manusia pada dasarnya akan bertindak atas kepentingan pribadinya. Entah pribadi yang mengatasnamakan negara, kelompok atau perorangan. Tapi kadang manusia juga bertindak atas nurani yang sulit dijangkau dengan akal sehat.
Paham-paham selanjutnya, yang lebih maju, mulai banyak menyuarakan suara-suara hati tersebut meskipun kepentingan akan selalu diutamakan, hanya saja kepentingan itu lebih bersifat untuk pribadi lain, mungkin.

Jadi, apakah globalisasi masih tidak cukup untuk "mendamaikan" keragaman kepentingan tersebut?
Apakah globalisasi ini justru membantu menambah warna keragaman lain yang suatu saat nanti semakin sulit disatukan?
Apakah tujuan "menyatukan dunia" itu hanya untuk memperjelas perbedaan diantara kita?
Lalu bagaimana menyikapinya?

Ketika kita dihadapkan pada suatu hal yang baru dan berbeda, reaksi awal manusia adalah mencoba menganalisa.
Apa, siapa, kenapa, bagaimana, dimana, kapan, dan banyak pertanyaan lain yang akan muncul. Kita hanya perlu memandangnya dari sudut positif.
Bagaimana menyatukan perbedaan yang kian hari semakin terasa dan nyata disekeliling kita, tentu saja dengan menerimanya. Menerima dengan segala kebaikan dan keburukan yang pasti ada satu paket dalam setiap "kemasan", bahkan dalam kemasan paling sempurna di dunia.
Dengan menerima, kita akan belajar bagaimana rasanya menjadi di pihak yang berbeda. Minoritas, atau mayoritas.
Perbedaan tidak akan pernah bisa disatukan,
Perbedaan itu untuk dihargai, dimengerti.
Dengan begitu keanekaragaman yang sesungguhnya akan terwujud.
Tidak akan bisa jika kita selalu membanggakan diri kita yang berbeda dengan lainnya. Lebih tinggi, lebih pintar, lebih maju, lebih canggih, lebih aman. Pekerjaan membandingkan tidak akan pernah berkesudahan. Perbedaan diperlukan untuk bisa melengkapi.

Negara kaya seharusnya bisa membantu yang kekurangan, tapi yang terjadi justru menghasilkan kesenjangan. Semakin membantu, namun yang terlihat justru semakin menunjukan kemakmurannya.
Sepertinya semua kembali pada sifat manusia tadi. memang benar berarti bahwa dalamnya hati manusia tidak ada yang tahu, selain yang Menciptakannya.

Senin, 14 April 2014

Titip Rindu

Rintikan hujan menemani senja yang akan menjelang malamnya.
Aku berjalan seperti biasa, ditempat biasa, dengan gaya yang sama.
Edaran pandangku masih melihat apa yang dulu kurasakan, bukan yang dulu kulihat.
Mengapa aku harus melihat dengan merasa?
Aku terlalu menyerah dengan iba.
Memilih percaya memori dibanding mata ku sendiri.
Aku terjebak disini, bukan raga tapi waktu.
Langkahku tetap berderap, tapi kenanganku membuat senja itu lebih sedih terlihat.
Aku rindu disini. Temani kalian melengkapi waktu, genapi hari dengan candaan: teman.
Baiklah,
Cukuplah nostalgia hari ini.

Titip rinduku, jatinangor.
Kali lainnya, aku akan kembali.
Meski sekedar melepas kembali rindu yang ku pupuk tanpa disadari.

Minggu, 23 Februari 2014

Terserpih

Menangisi apa yang tak ku ketahui.
Seduku untuk apa, ibaku pada siapa.
Hanya rasa diri yang meraba-raba
Kelu saat coba mengingat kembali, haru saat tiada yang dapat kutemui

Ada apa disini, rasaku pedih
Tersesak untuk napas penat
Siapa dan apa, masih alpa dalam kepala

Ada yang tertinggal ujar batinku
Sesuatu yang berarti di masa lalu
Tertinggal, apakah mati?
Waktu tak ingin lelah untuk kembali, hanya tak ingin ucapnya

Ada apa disini, tanganku bertumpu dada yang peluh, dan rusuh
Kembali mencari yang terserpih

Selasa, 18 Februari 2014

Saat Imaji Berusaha Nyata

Satu ketika, kusadari aku ingin menulis sesuatu. Hal yang mungkin menjadi teman imajinasiku. Menuliskan setiap kata yang ada di pikiranku, bermain dengan penggalan kalimat yang selalu berebut untuk ditulis.
Sejenak aku tertunduk. Sudah sampai dimana aku?
Aku selalu berhenti sebelum mulai aku menulis.
Terlalu banyak kata ternyata, seperti biasa. Terlalu banyak cerita yg berjejalan. Berdesakan.
Masuk tanpa membiarkan dirinya kupilah. Kusunting. Kurapikan.
Ah, terkadang itu membuatku lelah. Lelah sebelum kuselesaikan satupun kalimat pembuka.
Sesaat setelahnya, aku menyelesaikannya.
Ya, kembali selesai dalam kepalaku. Dalam imaji luar biasaku.
Sekali lagi, tanpa perlu kuberitahu.
Sejuta kali, tanpa perlu kusadari.

Senin, 17 Februari 2014

Apa sebutan untukmu?

"ketika sebuah rasa cinta tanah air di uji. apakah setiap individu mampu lolos dengan sebuah nilai yang baik?
ketika seseorang memilih untuk menjadi lebih baik, akankah ia mampu tetap berada di jalan yang ia tuju sebagai sebuah pencapaiannya? karena terkadang, yang lebih baik adalah sebuah ambiguitas."

Aku tidak menyadari bagaimana sebuah topeng kehidupan mampu bertahan dalam waktu.
Ia palsu, bukan?
Tapi ia membantumu?
Lalu, Haruskah aku tetap menyalahkan itu. Menyalahkan keberadaannya yang memang diinginkan.
Lalu, bagaimana harus kusebut itu?

Aku malu ketika harus kusuarakan kemerdekaan, namun kaki ku berpijak pada negeri asing.
Aku sadar dan tertampar ketika harus kuperjuangkan bangsaku, namun ia tak pernah merasa terjajah.
Aku marah ketika tahu bumi yang kupijak sudah mendua. Aku bertengkar dengan ego.

Ingat, kau sendiri yang menduakannya. Kau pula yang menyalahkannya sekarang?
Ingatlah hari ini,
Dimana kau menyadari kau ada dalam etika baru. Etika yang lebih banyak basa basi ketika kau anggap jaman sudah lebih sederhana.

Jangan kau jumawa, kawan.
Jangan kau bangga karena sudah memilih diam dahulu.
Jangan letakkan tanganmu di dada saat semua sudah kembali dalam fitrahnya.
Seakan kau yang memperbaikinya, terlibat menatanya.
Sedangkan dahulu kau ikut membantu, untuk merusaknya.
Lalu, apa sebutan untukmu, kawan?

Terlelap

Kali ini aku menutup hari dengan lelah hati yang terurai
Memejamkan mata dengan sengaja menyimpan senyum dan warna matanya di balik pelupuk.
Sekedar menemaniku dalam lelap, membiarkan banyangannya terlipat di sudut hati, agar hangat tidurku malam ini.
Ah, gelisah hati telah membuatmu terlalu nyata di hari ini. Palsu rasanya telah menipuku.
Sekali lagi, untuk kesekian kalinya, aku terlelap.
Dengan wajahmu di dalam benak.

Jumat, 14 Februari 2014

Jatinangor

Hai,Jatinangor..
Hmm.. Kangennya masa kuliah dulu. Riuh rendah animo mahasiswa baru yang masih bersemangat untuk menuntut ilmu.
Jalanan lapang berdebu, semilir angin kaki Gunung Geulis yang sejuk, dingin, menerpa wajahku.
Aku pamit Jatinangor, aku akan merindukan setiap detikku bersamamu. Merindukan setiap kesunyianmu yang syahdu ketika menjelang sore, merindukan setiap kebersamaan dengan kawan dan sahabat dalam canda tawa dan sedih duka. Merindukan setiap kenanganku bersamamu untuk meraih mimpiku.

Agustus 2008

"waah, sejuuk.." sembari aku mengeluarkan kepalaku sedikit dari dalam mobil. Pemandangan sawah yang tak henti-henti kudapati dari kanan dan kiri jalan tol Padalarang-Cileunyi ini.
Biarpun panas, angin dan udaranya segar. Beda dengan kota tinggalku di bekasi. Disini, udaranya bercampur dan dibarengi wangi daun khas daerah yang berada di ketinggian.
"Gimana ya kampusnya.. anak-anaknya.."
Aku pun sengaja membiarkan pikiranku sejenak menerawang, mencoba mencari gambaran bagaimana lingkunganku yang baru. Sebentar lagi, aku akan memasuki kehidupan mahasiswaku, kehidupanku yang pertama kali benar-benar jauh dari keluarga. Kehidupan yang masih abu-abu, sekali lagi dalam pikiranku. Aku pun tertidur. Pulas.


Tak berapa lama, aku terbangun mendengar suara mobil yang mulai tenang. Kami sudah tiba di sebuah gerbang yang tertutup portal, dengan dua bangunan Bank yang berdiri tidak begitu jauh satu sama lain. Tidak begitu jauh dari tempat kami berdiri saat ini. Kata satpam penjaga tidak bisa lewat sini kalau mau masuk kedalam kampus. Alhasil, kami pun segera menuju jalan menanjak yang tadi ditunjukan oleh satpam penjaga itu.

ailurphobic.blogspot.com
 Jalanan menanjak itu dikelilingi oleh pohon-pohon lebat di kanan kirinya. Jalan itu tidak terlalu lebar ataupun besar. Jalannya memang teraspal, tapi tidak menjamin kondisinya masih baik. Di kiri jalan kami dapati ada sebuahbangunan tua yang bertuliskan "Universitas Winaya Mukti". Tapi, kenapa seperti tidak terawat, agak seram, batinku. Sudahlah, mungkin memang sengaja dibiarkan seperti itu oleh pengelolanya. Tak jauh dari bangunan tersebut aku melihat ada bangunan berupa menara yang tidak terlalu tinggi (belakangan baru kutahu namanya Menara Loji), jaraknya agak sedikit lebih keatas dari bangunan universitas tadi. Disana, tak jauh dari menara itu terdapat bangunan yang juga terlihat tua bertuliskan samar-samar "PMI", aku tidak terlalu sempat dengan jelas membacanya. Aku terlalu menikmati udara di Jatinangor kala itu.

www.kaskus.co.id (Menara Loji)
Kami pun tiba di sebuah gerbang lainnya yang dijaga oleh beberapa satpam, dan menanyakan kemana arah tujuan kami. Setelah bapak mengatakan aku ingin melihat kampus baruku, barulah mereka membiarkan kami lewat sembari memberikan petunjuk arah kemana jalan yang harus kami lewati untuk sampai di Fakultas yang kami tuju. "ohh, Fisip. Nanti setelah turunan bapak belok ke kanan. Gedungnya ada di sebelah kanan jalan." Ucap salah seorang dari mereka. Maklumlah, kami datang berkunjung kesana pada hari Minggu, jadi tidak semua bisa leluasa masuk, apalagi waktu sudah menunjukan hampir sore hari.


pejalanbumi.wordpress.com (Gerbang Atas Unpad untuk masuk kendaraan roda empat)

Sejenak kami pandangi gedung dengan cat putih pucat itu. Ada satu pohon besar disebelah kanannya, yang tak jauh dari sana berdiri sebuah saung yang terbuat dari batu. Cukup asri pikirku. Suasananya tenang dan tidak terlalu ramai disini, apa karena ini hari minggu. Tak lama, ibuku mengajakku turun untuk sekedar melihat-lihat lebih jauh.

Baiklah, cukup untuk berkeliling hari ini. Saatnya aku mencari calon rumah keduaku selama menuntut ilmu di tanah priangan ini. Ya, tempat kost pertamaku.

Waktu sudah menunjukan hampir pukul enam lewat sore ini. Matahari sudah mulai tenggelam dan hanya menyisakan warna jingga temaram yang mengantarkan aku beserta bapak, ibu, kedua adikku, dan kakak sepupuku di penghujung perjumpaan kami hari itu. Ya, memang hampir semua anggota keluarga intiku ikut dalam menemaniku pindahan ke Sumedang, ke tempat kostku disana. Kecuali adikku yang pertama, dia masih menuntut ilmu di sekolah kejuruan di luar kota, di pulau lain yang terkenal keindahan wisata bawah lautnya.

Rasanya hampir tidak bisa kutahan air mata yang sudah berada di ujung pelupuk mataku. Cepat sekali semua memori kebersamaanku dengan adik-adikku dirumah, kegiatanku di rumah, teman-temanku, dirinya dan hal-hal lain yang berkelebat di kepalaku. Aku akan terjaga jarak mulai hari ini, mulai sore ini. Tidak bisa semudah dulu, sesering dulu untuk bertemu. Tapi dengan cepat segera kuhentikan perasaan itu. Jangan berlebihan, hiburku dalam hati. Aku kan hanya sementara disini, lekas setelah kudapatkan gelar sarjanaku, aku akan kembali dekat dengan mereka. Sudahlah.

Segera aku berpamitan dengan kedua orang tuaku, adik-adikku, juga kakak sepupuku. Kubiarkan diriku berdiri mematung hingga bayangan mereka hilang diujung jalan yang menurun. Tertegun sejenak, kemudian lalu. Masih dengan perasaan aneh yang tidak bisa aku jelaskan. Aku pun berjalan menuju Gang kostn ku, Gg. GKPN di depan Kampus Ikopin, Jatinangor. Well, besok kehidupan mahasiswaku segera dimulai.

rumahdijual.com (Jl. GKPN)


To be continued..

Kamis, 13 Februari 2014

Ketika Satu Hari Sangat Berarti

Mari kita lihat sedikit kutipan dari beberapa media cetak ini..

SUMBA TIMUR, KOMPAS.com — Paji Djera (26), warga Desa Kilimbatu, Kecamatan Pandawai, Sumba Timur, terpaksa melahirkan di toilet Puskesmas Kawangu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ini terjadi lantaran dokter dan petugas medis dikabarkan ikut dalam aksi demo solidaritas atas penahanan dr Ayu, dokter di Manado. 

mokezone.com


Solopos.com, KARANGANYAR — Pelayanan pasien di RSUD Karanganyar kembali normal pascademo yang dilakukan para dokter di Karanganyar. Tak ada pasien yang terlantar karena pelayanan pengobatan dibuka seperti hari biasa. Direktur RSUD Karanganyar, G. Maryadi, mengatakan pelayanan pasien di poliklinik berjalan seperti hari biasa. Pendaftaran pasien dibuka mulai pukul 08.00 WIB. Tak ada lagi pasien yang terlantar karena para dokter telah bekerja kembali. “Pelayanan normal seperti hari biasa, tak ada masalah. Kemarin Rabu (27/11/2013), pelayanan agak terganggu tapi siang hari sudah normal kembali,” kata dia, Kamis siang.

kab.karanganyar.go.id

 
KUDUS - Aksi solidaritas ratusan dokter di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menolak kriminalisasi terhadap dr Ayu, dibubarkan Wakil Bupati Kudus, Abdul Hamid. Dampak dokter tidak memberikan pelayanan kesehatan, seorang pasien meninggal dan ibu yang akan melahirkan terpaksa pulang untuk mencari dukun beranak.

news.liputan6.com

"Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bermoral tinggi, sesuai dengan martabat pekerjaan saya"

Seperti yang diberitakan dalam beberapa media cetak, online, dan televisi. Banyak dokter yang mengikuti aksi solidaritas untuk rekan sesama mereka yang terjerat kasus Malpraktek, di Manado, Sulawesi Utara. Mereka yang berunjuk rasa menuntut keadilan bagi Dr. Ayu dan rekan-rekannya yang terlibat dalam tuduhan kasus yang sama.
Di Solo, Jakarta, Sumbawa, Kudus, dan beberapa kota lainnya hampir dalam waktu yang bersamaan para dokter melakukan aksi yang disebut dengan "Aksi Solidaritas Nasional" untuk mendukung dan menuntut pembebasan bagi rekan seprofesi mereka yang ditahan di Rumah Tahanan Malendeng, Manado, Sulawesi Utara.

Aksi ini memang terlihat menunjukan solidaritas nasional yang sangat solid  diantara para dokter tersebut. Tapi apakah terpikirkan dipihak lainnya banyak pasien yang terlantar akibat aksi yang mereka lakukan. Tidak ada satu hari liburpun bagi seorang dokter, bukan?
Jangan biarkan profesi mulia tersebut menjadi ternoda akibat kelalaian mereka sendiri. Tidak adakah cara lain untuk mendukung rekan sesama profesi mereka selain menjadi pedemo dan mengatakan "Maaf, hari ini pelayanan Dokter TUTUP...".

Tidak semestinya para dokter itu menelantarkan pasien-pasiennya dalam hal ini. Banyak jalan yang bisa dilakukan untuk membuktikan sebuah keadilan.

Dalam salah satu berita yang ditulis dalam Solopos.com. Terdapat Rumah sakit di Karanganyar yang hanya melakukan demo pada pagi hari, dan membuka kembali praktek dokternya ketika demo itu selesai di siang harinya. Meskipun tetap tidak menyetujui demo para dokter tersebut, tapi ini masih lebih baik jika harus meliburkan diri dalam satu atau beberapa hari lamanya. Betapa banyaknya jumlah pasien yang terlantar jika lebih dari puluhan dokter melakukan mogok kerja hanya dalam satu hari saja, dan bayangkan berapa jumlah nyawa dan pasien yang akan terselamatkan dan terobati jika satu hari demo itu tidak terjadi?.

Saat harga diri sebuah profesi dirasa terhina akibat suatu tuduhan, bukankah alangkah baiknya jika bentuk protes itu dilakukan tanpa merugikan pihak lain. Pihak yang seharusnya justru menjadi prioritas pekerjaan. Pihak yang menjadi alasan adanya Sumpah dalam profesi, pihak yang menjadi alasan untuk memilih profesi tersebut, untuk menolong sesama tanpa pamrih.

dokteranakonline.com


Apapun profesinya..

Pernahkah kalian berpikir bahwa sebuah profesi akan semakin terlihat "wah" jika itu menyangkut hal-hal yang "terkesan" penting?. atau kalian pernah meremehkan beberapa profesi yang terlihat biasa saja, atau bahkan bukan apa-apa kelihatannya?  =)

Kawan, setiap profesi itu memiliki arti pentingnya tersendiri bagi segi kehidupan manusia, dimanapun, dan apapun. Ada beberapa jenis profesi yang seringkali masih dianggap sebagai pekerjaan kecil bagi beberapa orang, tapi menjadi sebuah pekerjaan yang sulit dilakukan bagi beberapa orang lainnya, bahkan tanpa disadari memiliki jumlah penghasilan yang tidak sedikit. Berikut sedikit informasinya =D

Pemulung
Sumbe:  Ismanto Satria

Pemulung yang biasa kita temui di jalan-jalan kompleks perumahan, desa, atau bahkan di beberapa tempat perkampungan kumuh memang kerap terlihat "kumal". Tapi sadarkah kita, mereka ikut membantu kita mengumpulkan sampah yang tidak dapat hancur begitu saja. Mereka membantu kita memilah, secara tidak langsung, sampah-sampah yang yang dapat didaur ulang dan yang tidak. Memang sih, tidak semua dari mereka melakukan pekerjaan mereka dengan "jujur". Tapi jangan biarkan prasangka kita menaruh curiga pada mereka :)




Tukang Sapu Jalanan


Sumber: Margareth Pasaribu
Untuk profesi yang satu ini, pastinya kalian juga sudah sering melihatnya kan?. Yup! tukang sapu jalanan ini selalu setia menyapu setiap sampah yang berserakan dipinggiran jalan-jalan besar ibu kota. Tidak peduli sebarapa sering angin menerbangkan sampah-sampah yang sudah terkumpul dengan rapi oleh sapuan mereka. tidak mengeluh tentang banyaknya orang lalu lalang dan membuang sampah mereka sembarangan.
pekerjaan mereka terlihat hina, tapi mereka tidak lebih hina dari orang-orang yang tidak memiliki moral untuk membuang sampah mereka pada tempatnya.

Hingga saat banjir tiba, baru lah mereka sibuk menyalahkan orang yang disekitarnya, menyalahkan pemerintah, bahkan menyalahkan para pekerja yang berhubungan dengan sampah.
kawan, mereka terus menjaga kebersihan disekitar mereka. kenapa kita tidak bisa? marilah mulai saat ini kita tidak menganggap remeh pentingnya kebersihan disekitar kita. tidak pula menganggap pekerjaan orang-orang ini sebagai pekerjaan yang biasa :)

Cleaning Service

www.katharoscleaning.com.au
 "Mas, tolong nanti sampah di ruangan saya diambil ya. Terimakasih."
ya, ucapan terimakasih dan sekedar sapaan selamat pagi ketika kita sampai di tempat bekerja akan membantu mengurangi rasa lelah mereka. Cleaning service, atau biasa juga disebut dengan OB di gedung-gedung perkantoran adalah pekerjaan yang tidak kalah penting dengan kalian yang duduk dibalik meja dan personal computer atau laptop kalian masing-masing.
tidak tanpa mereka kalian dapat merasakan kenyamanan saat bekerja. pekerjaan mereka tidak kalah berat dengan mereka yang berpikir keras mencari pelanggan bagi perusahaan-perusahaan jasa. Mereka juga memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kebersihan dan ketersediaan alat kebersihan disetiap kamar kecil di kantor kalian.
Hargailah mereka dengan menjaga kebersihan ruangan, dan kamar kecil yang kalian singgahi. selain dapat menjaga kebersihan diri kita sendiri, kita pun telah ikut membantu mengurangi beban pekerjaan mereka :)


Satpam

sdunwanussaadah.blogspot.com
"ayahnya kan satpam.." lalu kenapa kalau memang ayahnya adalah seorang satpam?. terkadang kita tanpa sengaja telah meremehkan pekerjaan orang tua dari teman bermain kita sewaktu kecil, atau bahkan hingga saat ini?. petugas kemanan yang satu ini, biasa dikenal dengan sebutan satpam. pekerjaan sebagi satpam ini tidak hanya dilakukan oleh seorang Laki-laki, tapi kini juga ada satpam yang Perempuan.
Mereka bertugas menjaga dan mengamankan tempat mereka bekerja dari gangguan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Mereka juga mempertaruhkan nyawa ketika bertugas, tidak hanya polisi atau tentara dan pasukan-pasukan khusus yang mempertaruhkan jiwa mereka bagi dedikasinya pada pekerjaan yang digelutinya. Maka sudah sepantasnya kita menghormati mereka, tidak memandang pekerjaan sebagai satpam ini sebelah mata. Mereka meluangkan waktunya untuk menjaga keamanan di sekolah-sekolah, di gedung-gedung perkantoran, dan di banyak tempat lainnya. Jabatan mereka memang tidak lebih tinggi, tapi keberanian mereka untuk melindungi kita patut dipuji.

Pembantu Rumah Tangga

finance.detik.com

Mulai dari menyapu, menjemur, mengelap, mencuci, menyiapkan makan dan memasak adalah pekerjaan mereka. seringkali ada orang yang tidak ngeh betapa pentingnya keberadaan mereka bagi orang-orang yang sibuk. Terkadang, tugas seorang pembantu rumah tangga menjadikan mereka berada di kasta terbawah golongan profesi, dan itu juga yang membuat mereka seringkali diperlakukan tidak adil.
Hargailah jerih mereka yang sudah membantu kita, meskipun mereka memang melakukan itu untuk mencari uang. tapi mereka juga memiliki harga diri yangsama dengan kita, hanya saja nasibnya yang berbeda.

Beberapa profesi tersebut saya harap dapat mewakili ragam profesi lainnya yang tidak kalah penting dengan hubungannya di masyarakat. Karena sadar atau tidak, secara tidak langsung beliau-beliau ini sudah ikut membantu mengurangi masalah kita dalam keseharian.

Maka, jangan sungkan untuk mengapresiasi jerih payah mereka lewat tegur sapa dan senyuman dari kita. Tentunya, jika kita memiliki rezeki berlebih, tidak ada salahnya kan memberikan sedikit harta kita untuk mereka =D hehe..

Senin, 10 Februari 2014

Camkanlah..


  
Inggit Garnasih (indonesiasetara.org)

"Camkanlah, suamiku menghargai aku karena aku mencintainya, karena aku tidak memberikan pendapat-pendapat yang berbelit, karena aku menunggunya, mendorongnya, dan memujanya.
semua itu adalah benar. Aku memberikan segala sesuatu kepadanya. Segala sesuatu yang menurutnya tidak bisa diberikan oleh buku, dan orang lain. Aku memberikan cinta, kehangatan, hormat, ketulusan. Aku tenggelamkan diriku pribadi, aku hilangkan kepentinganku sendiri. 
Aku mengabdinya. 

Benar, aku memberikan segala yang diperlukannya kepadanya, yang dikatakannya sendiri tidak dapat diperolehnya semenjak ia meninggalkan rumah ibunya.
Ia senang dengan diriku, dengan sikapku, dengan pelayananku. Aku perempuan yang sangat diharpkannya dengan perasaan berahinya. Pendeknya, secara diam-diam aku dipujinya, dan perasaannya itu sekalli-sekali dinyatakan di depanku. Itu cetusan perasaan seorang laki-laki yang pernah aku manjakan dan tahu membalas budi dalam ucapan.

Aku tahu pikiran suamiku darinya sendiri bahwa kebahagiaan dalam perkawinan baru akan tercapai apabila si istri merupakan perpaduan dari seorang ibu, kekasih, dan seorang kawan.
Kusno (Nama Sukarno sewaktu kecil) pun ingin diibui oleh teman hidupnya. Kalau pilek, ia ingin makan-makanan kesuakannya yang aku masak sendiri. Kalalu kancing bajunya lepas, ia ingin aku yang memasang kancing itu kembali.


Ia memerlukan hati yang lembut dan dorongan yang besar dan mulia, terutama yang keluar dari hati seorang wanita.
Itu semua aku camkan dalam hatiku."

Inggit Garnasih, 

Inggit dan Sukarno (indonesiasetara.org)

Oleh Ramadhan K. H dalam Soekarno: Kuantar ke Gerbang.