Senin, 17 Februari 2014

Apa sebutan untukmu?

"ketika sebuah rasa cinta tanah air di uji. apakah setiap individu mampu lolos dengan sebuah nilai yang baik?
ketika seseorang memilih untuk menjadi lebih baik, akankah ia mampu tetap berada di jalan yang ia tuju sebagai sebuah pencapaiannya? karena terkadang, yang lebih baik adalah sebuah ambiguitas."

Aku tidak menyadari bagaimana sebuah topeng kehidupan mampu bertahan dalam waktu.
Ia palsu, bukan?
Tapi ia membantumu?
Lalu, Haruskah aku tetap menyalahkan itu. Menyalahkan keberadaannya yang memang diinginkan.
Lalu, bagaimana harus kusebut itu?

Aku malu ketika harus kusuarakan kemerdekaan, namun kaki ku berpijak pada negeri asing.
Aku sadar dan tertampar ketika harus kuperjuangkan bangsaku, namun ia tak pernah merasa terjajah.
Aku marah ketika tahu bumi yang kupijak sudah mendua. Aku bertengkar dengan ego.

Ingat, kau sendiri yang menduakannya. Kau pula yang menyalahkannya sekarang?
Ingatlah hari ini,
Dimana kau menyadari kau ada dalam etika baru. Etika yang lebih banyak basa basi ketika kau anggap jaman sudah lebih sederhana.

Jangan kau jumawa, kawan.
Jangan kau bangga karena sudah memilih diam dahulu.
Jangan letakkan tanganmu di dada saat semua sudah kembali dalam fitrahnya.
Seakan kau yang memperbaikinya, terlibat menatanya.
Sedangkan dahulu kau ikut membantu, untuk merusaknya.
Lalu, apa sebutan untukmu, kawan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar