Selasa, 15 April 2014

Menolong atau Membatasi Yang Terbatas?

"   Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. ****) 

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. ****) 

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. ****) 

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. ****) 

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilainilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. ****)  "


http://news.detik.com


Dia sudah memilihkan jalan terbaik untukku
maka inilah adanya aku
Aku memang tak mendengar suaramu, tapi aku bisa membaca laku dan mau mu
Aku mungkin tak melihat ekspresi wajahmu, tapi aku selalu bisa merasakan haru tawa mu
Kawan..
Tahukah kalian ketika aku meraba kehidupan dengan tangan ku, aku ingin menyusuri setiap jengkalnya dengan tekad?
Mengertikah kalian ketika aku belajar memahami isyarat, aku ingin melakukan setiap geraknya dengan hati dan pancaran mataku?
Aku hanya ingin bisa menunjukan, padamu.
Meskipun dalam keterbatasanku.
Aku sama denganmu, manusia sepertimu
Hanya lebih hening suaraku,
Hanya lebih lama terpejam mataku.
Aku tak menyesali yang diberikanNya padaku
Tuhan memilihkan jalanNya untukku
Maka biarkanlah aku berusaha yang sama denganmu.
Jangan jauhkan apa yang masih menjadi hak ku
Jangan hilangkan apa yang harus menjadi kewajibanku
Biarkan aku berusaha yang sama sepertimu, dengan caraku.
Tiada akan beda yang terlihat, jika kau mau mengakuiku.
Jakarta, KM 0 (2014)


Teman,
Puisi diatas semoga bisa menjadi jembatan yang layak untuk kita mencoba memahami mereka.
Tidak ada satupun manusia yang ingin dipandang berbeda, dalam hal ini memandang mereka lebih rendah. Entah derajat, martabat dan kemampuannya.
Semua memiliki kelebihan yang tidak akan pernah kita sadari sebelumnya, tanpa kita perhitungkan .
Pada bulan Maret lalu, kita sempat disuguhkan beberapa pemberitaan mengenai beberapa universitas yangtidak membolehkan kaum disabilitas untuk mengikuti saringan ujian masuk ke Universitas yang bersangkutan. Bukankah setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan?

keterbatasan mereka sebagai kaum difabel tidak dapat menjadi sebuah pertimbangan bahwa mereka tidak mampu melakukan oleh orang lain. Seringkali keterbatasan yang mereka miliki justru membuat kita berdecak kagum ketika mereka berhasil mendapatkan yang sifatnya hampir mustahil bagi mereka. Banyak prestasi yang masih bisa mereka berikan pada negara, bukan hanya sekelumat.
Contohnya ketika diadakan Asean Para Games di bulan Oktober 2013 lalu, atlet-atlet Indonesia berhasil membawa pulang 8 emas, dengan rincian 3 di cabang atletik, renang 1 emas, bulutangkis 1 emas, catur 2 emas, dan tenis meja 1 emas.

Namun, disisi lain. Perguruan tinggi yang sempat memberikan persyaratan yang dinilai diskriminatif itu sendiri memiliki alasan. Alasan yang juga masuk pada akal sehat. Persyaratan tersebut mereka buat tidak pernah bertujuan untuk membedakan para calon mahasiswa mereka. Mereka melakukan itu demi kebaikan para calon peserta didik mereka. Seperti yang dikutip dalam Republika Online edisi 15 maret 2014, berikut:

"Misalnya jurusan Teknik Elektro mahasiswanya tidak boleh buta warna, itu bukan diskriminasi. Dia mencontohkan jika mahasiswa itu buta warna, dia tidak bisa membedakan warna yang satu dengan lainnya. Padahal saat belajar ada kode-kode warna yang menggunakan warna. Jika dia tak bisa membedakan  warna, jutsru akan mencelakakannya.

Contoh lain, kata dia, untuk Fakultas Kedokteran juga tidak membolehkan buta warna. Nuh mengatakan, jika ada dokter yang buta warna malah akan membahayakan pasiennya. Karena itu, sejumlah persyaratan dalam SNMPTN bukan dimaksudkan untuk melakukan diskriminasi. ‘’Namun ada memang jurusan tertentu yang membutuhkan kelengkapan itu,’’ terang Nuh."
*M. Nuh/ Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Terlepas dari ada atau tidaknya agenda lain dalam persyaratan yang pernah dikeluarkan tersebut (kini sudah dihapuskan di beberapa PTN & PTS), kita tetap harus menghargai setiap kebijakan-kebijakan yang telah dibuat. Selama kita masih bisa mengawasinya sebagai warga negara yang baik, tidak ada salahnya untuk menerapakan prinsip cover both side dalam menyikapi suatu pemberitaan. Mari berharap setiap kebijakan yang mereka buat akan menjadi manfaat bagi bersama, bukan demi kepentingan kelompok atau perorangan tertentu. Apapun bidangnya, pendidikan, kesehatan, atau sosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar